Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Labuan Bajo pada 19-21 Januari 2020 untuk memantau pelaksanaan pembangunan beberapa kawasan pariwisata. Sebelumnya pada 10-12 Juli 2019 lalu,Presiden didampingi sejumlah menteri melakukan kunjungan kerja dalam rangka mendorong pembangunan pariwisata Labuan Bajo sebagai destinasi wisata superpremium.
Dalam kurun waktu dua tahun (2019-2020), Presiden Jokowi menargetkan penataan Labuan Bajo sebagai destinasi super premium akan rampung. Ada beberapa pembangunan yang diprioritaskan, yakni penataan zona utama Bukit Pramuka, Kampung Air, pelabuhan Peti kemas dan dermaga penumpang, kawasan marina dan zona kuliner Kampung ujung, peningkatan kapasitas landasan dan terminal bandara Komodo.
Prioritas pembangunan lainnya, antara lain peningkatan SDM masyarakat local, peningkatan partisiapasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), penyediaan tambahan air baku, peningkatan keamanan wisatawan dan penanggulangan bencana, dan promosi yang massif setelah semua target penataan rampung akhir tahun 2020. Semuanya berjumlah tujuh prioritas pembangunan.
Berpacu dengan waktu
Labuan Bajo sangat layak ditetapkan sebagai destinasi super prioritas melihat potensi wisata daerah bagian barat pulau Flores itu sangat memesona dan keberadaan binatang purba komodo sebagai keajaiban dunia. Hal ini perlu diapresiasi dan didukung oleh semua stakeholder pembangunan pariwisata.
Bagi masyarakat Flores penetapan Labuan Bajo sebagai destinasi super prioritas tidak hanya dipandang sebagai amanat Perpres No. 3 Tahun 2016, tetapi wujud perhatian pemerintah pusat dalam mengembangkan sektor pariwisata Labuan Bajo-Flores. Pariwisata yang sebelumnya dipandang sebagai sektor pendukung pengingkatan kesejahteraan oleh masyarakat yang mayoritas agraris, oleh Jokowi dipacu menjadi prime mover pembangunan.
Mengiringi optimisme pemerintah untuk menjadikan Labuan Bajo, yang selama ini menjadi pintu utama wisatawan menuju Flores, sebagai destinasi super premium, muncul pertanyaan menggelitik yang kiranya dapat menjadi bahan refleksi bersama dan evaluasi penetapan prioritas dan target kerja pemerintah; dapatkah peningkatan SDM masyarakat local diselesaikan dalam target waktu dua tahun?
Melihat intensitas kerja cabinet Indonesia Maju Jokowi-Amin yang serba cepat dan terukur, target penyelesaian tujuh prioritas pembangunan dan penataan Labuan Bajo selama dua tahun sangat realistis. Kerja lintas kementerian, pemerintah provinsi dan daerah serta dukungan anggaran dan investasi wajah baru Labuan Bajo dapat terwujud.
Kecemasan justru muncul dari kesiapan masyarakat local, yang sejatinya dalam konsep sustainable tourism perlu dilibatkan secara nyata, baik langsung maupun tidak langsung, agar nikmat pembangunan pariwisata dapat dirasakan secara merata. Pemberdayaan masyarakat lokal perlu dijabarkan dengan baik dan terukur agar tidak menjadi penoton apalagi korban laju pembangunan. Argumentasi ini yang membedakannya dengan prioritas lainnya.
Agenda peningkatan sumber daya masyarakat lokal sudah lama didengungkan dalam pembangunan pariwisata. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjalankan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata yang bertujuan memberdayakan potensi pariwisata, kerajinan dan budaya lokal dalam bentuk bantuan tunai kepada kelompok masyarakat. Presiden Jokowi melalui Dana Alokasi Khusus Non Fisik bidang pariwisata melaksanakan berbagai program pelatihan di bidang kepariwisataan, demikian halnya pemerintah provinsi dan daerah.
Kendati demikian kondisi ril menunjukan belum adanya kesiapan masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan pariwisata. Sepintas melihat kondisi yang terjadi di Labuan Bajo dan beberapa destinasi wisata lainnya di Flores, barang dan jasa pariwisata umumnya disediakan pengusaha bermodal, sementara masyarakat lokal memilih berjualan dengan lapak sederhana sepanjang jalan lintas Flores.
Demikian pula dengan sektor pendukung pariwisata, seperti pertanian, perkebunan dan peternakan. Kendati umumnya masyarakat Flores bagian barat hidup bertani, namun persedian sayuran, bawang, buah, daging dan ikan untuk kebutuhan hotel, restoran dan rumah makan umumnya didatangkan dari luar Manggarai Barat.
Jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo yang terus meningkat yakni 83.712 tahun 2016, 111.794 tahun 2017 dan 163.807 tahun 2018, menarik para investor menanamkan modal di Labuan Bajo. Kondisi tersebut justru dimanfaatkan sebagai peluang oleh masyarakat lokal yang menjual tanah dengan iming-iming harga yang fantastis. Lambat laun masyarakat lokal semakin terpinggir dan menjadi penonton dalam arena destinasi pariwisata super premium.
Kondisi tersebut menggambarkan ketidakselarasan kerja antara sektor-sektor pendukung pariwisata dengan pariwisata sebagai prime mover. Kesepahaman dan keselarasan konsep dan program peningkatan SDM mesti dimulai dari pemerintah pusat dan daerah agar masyarakat memiliki arah dan bentuk paritisipasi yang terukur. Jika tidak maka peningkatan SDM masyarakat lokal dalam mendukung Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super premium ibarat jauh api dari panggang.
Ini mengindikasikan bahwa masyarakat lokal belum siap berpartisipasi secara baik dalam mendukung mimpi besar destinasi wisata super premium. Target dua tahun yang ditetapkan Presiden Jokowi ibarat berpacu dengan waktu. Dibutuhkan waktu dan kesepahaman konsep antara pemangku kepentingan untuk menwujudkan SDM masyarakat lokal yang mampu terlibat secara langsung dalam destinasi pariwisata super premium.
Manfaat Daerah Penyanggah
Paul J. F. Eagles dalam pengantar buku Reframing Sustainable Tourism menulis “I wonder if sustainability is not an end, but only a process. One can never fully achieve the elusive goal.” (McCool & Bosak, 2016). Pariwisata berkelanjutan adalah proses yang dinamis, sebagaimana kegiatan berwisata terus menjadi kebutuhan manusia yang berkembang sepanjang waktu.
Pariwisata sebagai industry menjanjikan investasi berbagai sektor baik langsung maupun tidak langsung. Disinilah berbagai kepentingan bisa saja berbenturan namun bermuara pada tujuan ekonomi. Dapat dipahami jika aspek ekonomi selalu menjadi kajian utama pembangunan pariwisata ketimbang aspek lainnya.
Pemerintah pusat menginvestasikan anggaran besar mewujudkan Labuan Bajo sebagai destinasi super premium, segmen pasar wisatawan berduit, tentu punya tujuan ekonomi. Analisis ekonomi pariwisata meyakini pertumbuhan ekonomi adalah transisi ekonomi yang melibatkan trnasformasi structural dan pertumbuhan ekonomi yang nyata setiap waktu. Transformasi structural hanya dicapai melalui industrialisasi dan diukur melalui kontribusi sektor pertanian, industry dan jasa terhadap terhadap produk domestic bruto (PDB). Analisis ini mengungkapkan umumnya negara berkembang mengandalkan produksi kebutuhan pokok seperti pertanian yang menyumbang PDB rendah, sementara negara maju mengandalkan sektor industry dan jasa yang menyumbang PDB tinggi (Tanja Mihalic dalam Tourism and Development, 2002).
Melihat potensi pariwisatanya Labuan Bajo layak menjadikan sektor industry pariwisata sebagai andalan. Perkara partisipasi masyarakat lokal bisa diatasi dengan memaksimalkan daerah penyangga di luar kota Labuan Bajo dan daerah lainnya di Flores. Daerah penyanggah berfungsi sebagai penopang kebutuhan sektor pariwisata yang tidak lagi bisa dihasilkan atau disediakan di kota Labuan Bajo sekaligus menjadi ruang partisipasi masyarakat lokal.
Pertama, masyarakat lokal yang mayoritas petani dapat terlibat secara tidak langsung dengan menyediakan kebutuhan pokok pertanian untuk sektor industry pariwisata. Di sini peran pemerintah daerah dibutuhkan untuk menyediakan pelatihan dan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Meningkatkan SDM masyarakat lokal yang berpola pikir agraris untuk terlibat langsung dalam sektor jasa pariwisata membutuhkan waktu yang lama.
Kedua, tren pariwisata selalu dinamis sesuai kebutuhan wisatawan sepanjang waktu. Peluang ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di daerah penyanggah untuk menyediakan kebutuhan segment wisata non premium. Untuk itu, pemerintah daerah perlu menyediakan pelatihan dan fasilitas product layanan untuk memenuhi kebutuhan segmentasi wisata non premium.
Oleh: Yakobus B. Nggauk